Jumat, 08 Maret 2013

evaluasi non kognitif


MAKALAH
EVALUASI NON KOGNITIF
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mandiri Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi





Disusun oleh :
Jenab Purnama Sari
1210206049


PENDIDIKAN BIOLOGI/A/III
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG JDATI
BANDUNG
2011


Kata Pengantar

            Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas terselesaikannya makalahBotani Phanerogamae. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi yang diberikan oleh dosen Evaluasi Pembelajaran Biologi  yaitu  Selanjutnya penulis uraikan di dalam makalah ini meliputi :.
            Makalah ini disajikan secara sistematis guna mempermudah pembaca untuk memahami dan mempelajarinya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan makalah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun tetap penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.






Badung, Mei 2012

                                                                                   

Penulis
Daftar Isi

KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
  1. Latar belakang Masalah ...................................................................................... 1
  2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
  3. Tujuan ................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 2
A.    Evaluasi Ranah Afektif....................................................................................... 2
B.     Evaluasi Ranah Psikomotor ................................................................................ 7
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 10
A.    Kesimpulan ......................................................................................................... 10
B.     Saran.................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.
Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
Dalam perspektif Bloom, et al (1976), luasan hasil belajar siswa dikelompokkan menjadi 3 yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Implikasinya, evaluasi belajar siswa seharusnya meliputi ketiga ranah dimaksud. evaluasi belajar juga harus mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik perkembangan dan kemajuan tingkat belajar siswa. Dengan demikian, hasil evaluasi dapat memberikan informasi yang komprehensif, utuh, dan terpadu mengenai kegiatan belajar dalam rentang waktu tertentu, apakah yang formatif atau sumatif.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan evaluasi ranah afektif?
2.      Apa yang dimaksud dengan evaluasi ranah psikomotor?

C.   Tujuan
Adapun tujuannya adalah :
1.      Mengetahui apa yang dimaksud evaluasi ranah afektif
2.      Mengetahui apa yang dimaksud evaluasi ranah psikomotor



BAB II
PEMBAHASAN

Luasan hasil belajar siswa tidak hanya dinilai dari aspek ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif dan psikomotor. Berikut ini akan dijelaskan mengenai evaluasi ranah afektif dan psikomotor.
A.    Evaluasi Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak menilai ranah kognitif semata-mata. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiaanya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan social.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex
1.      Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar.
2.      Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving.
3.      Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding.
4.      Organization (=mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum.
5.      Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan  suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon,  Menghargai, Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai.
Teknik pengukuran afektif dapat dilakukan dengan berbagai ragam misal:
a.       Skala bertingkat (rating scale) suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan
b.      Angket (questionnaire) sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh siswa)
c.       Swalapor (berupa sejumlah pernyataan yang menggambarkan respon diri terhadap sesuatu)
d.      Wawancara (interview) tanya jawab atau dialog untuk menggali informasi terkait dengan afek tertentu)
e.       Inventori bisa disebut juga sebagai interviu tertulis.
Dilihat dari banyaknya jajaran kalimat yang isinya hanya perlu di dijawab dengan tanda check, inventori dapat disebut checklist (menandai), daftar atau inventarisasi pribadi, dan lain-lain alat atau teknik nontes. Masalahnya adalah, bagaimana mengembangkan instrumen pengukuran afektif yang bermutu sebagai dasar penilaian afektif yang bermutu pula sehingga evaluasi efektif dapat berfungsi sebagai salah satu alat penjamin mutu pendidikan di sekolah sekaligus sebagai alat penjamin mutu guru. Penilaian afektif berguna antara lain untuk bahan pembinaan bagi siswa dalam usaha meningkatkan penguasaan kompetensinya dan masukan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran.
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk.
Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.
Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
1.      Sikap
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
2.      Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
·         mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
·         mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
·         pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
·         menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
·         Mengelompokkan peserta didik yang memiliki peserta minat sama,
·         acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
·         mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
·         bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
·         meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
3.      Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut:
·         Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
·         Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
·         Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
4.      Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
5.      Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.


Ranah afektif lain yang penting adalah:
·         Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
·         Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
·         Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
·         Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.

B.   Evaluasi Ranah Psikomotor
Istilah psychomotor, psikomotor terkait dengan kata motor, sensory-motor, atau perceptual-motor. Ranah psikomotor erat kaitannya dengan kerja otot yang menjadi penggerak tubuh dan bagian-bagiannya.
Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Singer (1972) menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi–reaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu.
Menurut Mardapi (2003), keterampilan psikomotor ada enam tahap, yaitu:
1.      Gerakan refleks. Gerakan refleks adalah respons motorik atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir
2.      Gerakan dasar. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek yang khusus.
3.      Kemampuan perceptual. Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan motorik atau gerak.
4.      Kemampuan fisik. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan terampil.
5.      Gerakan terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar, seperti keterampilan dalam olahraga. dan
6.      Komunikasi nondiskursif. adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.
Buttler (1972) membagi hasil belajar psikomotor menjadi tiga, yaitu: specific responding, motor chaining, rule using. Pada tingkat specific responding peserta didik mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik, (yang dapat didengar, dilihat, atau diraba), atau melakukan keterampilan yang sifatnya tunggal, misalnya memegang raket, memegang bed untuk tenis meja. Pada motor chaining peserta didik sudah mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan dasar menjadi satu keterampilan gabungan, misalnya memukul bola, menggergaji, menggunakan jangka sorong, dll. Pada tingkat rule using peserta didik sudah dapat menggunakan pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang komplek, misalnya bagaimana memukul bola secara tepat agar dengan tenaga yangsama hasilnya lebih baik.
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi   atau pengamatan. Observasi  sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar.
Observasi  dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan kisi-kisi  tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian mengenai  tingkah laku   yang tampak  untuk diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√) pada kolom jawaban hasil observasi.
Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut   dapat berupa tes paper and  pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.
1.       Tes simulasi
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik, sehingga  peserta didik dapat dinilai tentang penguasaan keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan atau berperaga seolah-olah menggunakan suatu alat yang sebenarnya.
2.       Tes unjuk kerja (work sample)
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, dilakukan dengan  sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai/terampil menggunakan alat tersebut. Misalnya dalam melakukan praktik pengaturan lalu lintas lalu lintas di lapangan yang sebenarnya
Tes simulasi dan tes unjuk kerja, semuanya dapat diperoleh dengan observasi langsung ketika peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi dapat menggunakan   daftar cek (check-list) ataupun  skala penilaian (rating scale).  Psikomotorik  yang diukur dapat menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari  sangat baik, baik, kurang, kurang, dan tidak baik.
Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila dibandingkan dengan ranah psikomotor. Pengukuran hasil belajar ranah psikomotor menggunakan tes unjuk kerja atau lembar tugas.
Contohnya kemampuan psikomotor yang dibina dalam belajar matematika misalnya berkaitan dengan kemampuan mengukur (dengan satuan tertentu, baik satuan baku maupun tidak baku), menggambar bentuk-bentuk geometri (bangun datar, bangun ruang, garis, sudut,dll) atau tanpa alat. Contoh lainnya, siswa dibina kompetensinya menyangkut kemampuan melukis jaring-jaring kubus. Kemampuan dalam melukis jaring-jaring kubus secara psikomotor dapat dilihat dari gerak tangan siswa dalam menggunakan peralatan (jangka dan penggaris) saat melukis. Secara teknis penilaian ranah psikomotor dapat dilakukan dengan pengamatan (perlu lembar pengamatan) dan tes perbuatan.
Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.
BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex.
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.
Ciri ranah penilaian afektif yaitu pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi.
Hasil belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal .2009. Evaluasi Pembelajaran.Bandung.PT.Remaja Rosdakarya
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Arikunto,Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara