MAKALAH
EVALUASI NON KOGNITIF
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Mandiri Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi
Disusun oleh :
Jenab Purnama Sari
1210206049
PENDIDIKAN BIOLOGI/A/III
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG JDATI
BANDUNG
2011
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, atas terselesaikannya makalahBotani Phanerogamae. Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran
Biologi yang diberikan oleh dosen Evaluasi Pembelajaran Biologi yaitu
Selanjutnya penulis uraikan di dalam makalah ini meliputi :.
Makalah ini disajikan secara
sistematis guna mempermudah pembaca untuk memahami dan mempelajarinya.
Pada
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.
Akhir
kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan makalah ini. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun tetap penulis nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Badung,
Mei 2012
Penulis
Daftar Isi
KATA
PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR
ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
- Latar belakang Masalah ...................................................................................... 1
- Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
- Tujuan ................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 2
A.
Evaluasi Ranah Afektif....................................................................................... 2
B.
Evaluasi Ranah Psikomotor ................................................................................ 7
BAB
III PENUTUP ....................................................................................................... 10
A. Kesimpulan
......................................................................................................... 10
B. Saran.................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Evaluasi dapat
diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu
objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak
ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.
Fungsi utama evaluasi
adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat
sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
Dalam perspektif Bloom, et al (1976), luasan hasil belajar
siswa dikelompokkan menjadi 3 yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Implikasinya,
evaluasi belajar siswa seharusnya meliputi ketiga ranah dimaksud. evaluasi belajar juga harus mencakup aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik perkembangan dan kemajuan tingkat belajar siswa. Dengan
demikian, hasil evaluasi dapat memberikan informasi yang komprehensif, utuh,
dan terpadu mengenai kegiatan belajar dalam rentang waktu tertentu, apakah yang
formatif atau sumatif.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi ranah afektif?
2. Apa yang dimaksud dengan evaluasi ranah psikomotor?
C.
Tujuan
Adapun tujuannya adalah
:
1. Mengetahui apa yang dimaksud evaluasi ranah afektif
2. Mengetahui apa yang dimaksud evaluasi ranah
psikomotor
BAB II
PEMBAHASAN
Luasan hasil
belajar siswa tidak hanya dinilai dari aspek ranah kognitif, tetapi juga ranah
afektif dan psikomotor. Berikut ini akan dijelaskan mengenai evaluasi ranah
afektif dan psikomotor.
A.
Evaluasi Ranah Afektif
Ranah
afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki
penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang
mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak menilai ranah kognitif
semata-mata. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai
tingkah laku seperti perhatiaanya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi
belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan
social.
Ranah
afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1)
receiving (2) responding (3) valuing (4) organization
(5) characterization by evalue or calue complex
1.
Receiving atau attending (=
menerima atua memperhatikan),
adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang
datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk
menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang
datang dari luar.
2.
Responding (=
menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan
menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut
sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi
terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang
receiving.
3.
Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai
artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan
atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan
membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang
lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding.
4.
Organization (=mengatur atau mengorganisasikan), artinya
memper-temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal,
yang membawa pada perbaikan umum.
5.
Characterization by evalue or calue
complex (=karakterisasi
dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem
nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian
dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat
tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten
pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat
efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana.
Ranah
afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah
afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon,
Menghargai, Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai.
Teknik pengukuran afektif dapat dilakukan dengan berbagai
ragam misal:
a. Skala bertingkat (rating scale)
suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan
b. Angket (questionnaire) sebuah
daftar pertanyaan yang harus diisi oleh siswa)
c. Swalapor (berupa sejumlah pernyataan
yang menggambarkan respon diri terhadap sesuatu)
d. Wawancara (interview) tanya
jawab atau dialog untuk menggali informasi terkait dengan afek tertentu)
e. Inventori bisa disebut juga sebagai
interviu tertulis.
Dilihat dari banyaknya jajaran kalimat yang isinya hanya
perlu di dijawab dengan tanda check, inventori dapat disebut checklist (menandai),
daftar atau inventarisasi pribadi, dan lain-lain alat atau teknik nontes.
Masalahnya adalah, bagaimana mengembangkan instrumen pengukuran afektif yang
bermutu sebagai dasar penilaian afektif yang bermutu pula sehingga evaluasi
efektif dapat berfungsi sebagai salah satu alat penjamin mutu pendidikan di
sekolah sekaligus sebagai alat penjamin mutu guru. Penilaian afektif berguna
antara lain untuk bahan pembinaan bagi siswa dalam usaha meningkatkan
penguasaan kompetensinya dan masukan untuk memperbaiki kualitas proses
pembelajaran.
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk
diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku
melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku
seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah,
dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa
perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau
suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding
yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari
perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk.
Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang
kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau
bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang
kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari
perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa
kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah,
matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan
target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun
kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila
menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target
kecemasannya adalah tes.
Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan
tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
1.
Sikap
Sikap merupakan suatu kencendrungan
untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat
dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian
melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat
diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan
konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan
untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran,
pendidik, dan sebagainya.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975)
sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif
atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta
didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata
pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999).
Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus
lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris
dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu
indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk
itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar
peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi
lebih positif.
2.
Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah
suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang
untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk
tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa
Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang
tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara
umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan
untuk:
·
mengetahui
minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
·
mengetahui
bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
·
pertimbangan
penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
·
menggambarkan
keadaan langsung di lapangan/kelas,
·
Mengelompokkan
peserta didik yang memiliki peserta minat sama,
·
acuan
dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode
yang tepat dalam penyampaian materi,
·
mengetahui
tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
·
bahan
pertimbangan menentukan program sekolah,
·
meningkatkan
motivasi belajar peserta didik.
3. Konsep Diri
Menurut
Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan
dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada
dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang
tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau
negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu
mulai dari rendah sampai tinggi.
Konsep
diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir
yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi
sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian
konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian
diri adalah sebagai berikut:
·
Pendidik
mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
·
Peserta
didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
·
Pernyataan
yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
4. Nilai
Nilai
menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan,
atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya
dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar
objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
Target
nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti
sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya
intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan
nilai yang diacu.
Definisi
lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu
objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan
minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar
menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur
penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus
membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan
signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi
konstribusi positif terhadap masyarakat.
5. Moral
Piaget
dan Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan moral anak. Namun Kohlberg
mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral.
Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal
terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya
seseorang bertindak.
Moral
berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau
perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang
lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis.
Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan
akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip,
nilai, dan keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang penting
adalah:
·
Kejujuran:
peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan
orang lain.
·
Integritas:
peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan
artistik.
·
Adil:
peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama
dalam memperoleh pendidikan.
·
Kebebasan:
peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang
bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
B.
Evaluasi Ranah Psikomotor
Istilah psychomotor, psikomotor terkait dengan kata
motor, sensory-motor, atau perceptual-motor. Ranah psikomotor
erat kaitannya dengan kerja otot yang menjadi penggerak tubuh dan
bagian-bagiannya.
Berkaitan dengan
psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan
hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang
melibatkan otot dan kekuatan fisik. Singer (1972) menambahkan bahwa mata
pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih
beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi–reaksi fisik dan keterampilan
tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam
suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu.
Menurut Mardapi (2003),
keterampilan psikomotor ada enam tahap, yaitu:
1.
Gerakan
refleks. Gerakan refleks adalah respons motorik atau gerak tanpa sadar yang
muncul ketika bayi lahir
2.
Gerakan
dasar. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek
yang khusus.
3.
Kemampuan
perceptual. Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan
motorik atau gerak.
4.
Kemampuan
fisik. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan terampil.
5.
Gerakan
terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar, seperti
keterampilan dalam olahraga. dan
6.
Komunikasi
nondiskursif. adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.
Buttler
(1972) membagi hasil belajar psikomotor menjadi tiga, yaitu: specific responding,
motor chaining, rule using. Pada tingkat specific responding peserta
didik mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik, (yang dapat didengar,
dilihat, atau diraba), atau melakukan keterampilan yang sifatnya tunggal,
misalnya memegang raket, memegang bed untuk tenis meja. Pada motor chaining peserta
didik sudah mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan dasar menjadi satu
keterampilan gabungan, misalnya memukul bola, menggergaji, menggunakan jangka
sorong, dll. Pada tingkat rule using peserta didik sudah dapat menggunakan
pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang komplek, misalnya bagaimana
memukul bola secara tepat agar dengan tenaga yangsama hasilnya lebih baik.
Ada beberapa ahli yang menjelaskan
cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil
belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian
tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2)
sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada
peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa
waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.
Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar
psikomotor mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2)
kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3)
kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5)
keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Dari penjelasan di atas dapat
dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan
harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada
saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau
sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
Penilaian psikomotorik dapat
dilakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan.
Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah
laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik
dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain,
observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau
psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan
diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan
alins ketika belajar.
Observasi dilakukan pada
saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan
kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu dibuat
pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil observasi
dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk
uraian mengenai tingkah laku yang tampak untuk
diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√) pada kolom jawaban
hasil observasi.
Tes untuk mengukur ranah
psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance)
yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat berupa
tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes
unjuk kerja.
1.
Tes simulasi
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan
melalui tes ini, jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk
memperagakan penampilan peserta didik, sehingga peserta didik dapat
dinilai tentang penguasaan keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan atau
berperaga seolah-olah menggunakan suatu alat yang sebenarnya.
2.
Tes unjuk kerja (work sample)
Kegiatan psikomotorik yang
dilakukan melalui tes ini, dilakukan dengan sesungguhnya dan tujuannya
untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai/terampil menggunakan alat
tersebut. Misalnya dalam melakukan praktik pengaturan lalu lintas lalu lintas
di lapangan yang sebenarnya
Tes simulasi dan tes unjuk kerja,
semuanya dapat diperoleh dengan observasi langsung ketika peserta didik
melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi dapat menggunakan
daftar cek (check-list) ataupun skala penilaian (rating
scale). Psikomotorik yang diukur dapat menggunakan alat ukur
berupa skala penilaian terentang dari sangat baik, baik, kurang, kurang,
dan tidak baik.
Dengan kata lain, kegiatan
belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik di
aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan praktik
itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila
dibandingkan dengan ranah psikomotor. Pengukuran hasil belajar ranah psikomotor
menggunakan tes unjuk kerja atau lembar tugas.
Contohnya kemampuan psikomotor
yang dibina dalam belajar matematika misalnya berkaitan dengan kemampuan
mengukur (dengan satuan tertentu, baik satuan baku maupun tidak baku),
menggambar bentuk-bentuk geometri (bangun datar, bangun ruang, garis,
sudut,dll) atau tanpa alat. Contoh lainnya, siswa dibina kompetensinya
menyangkut kemampuan melukis jaring-jaring kubus. Kemampuan dalam melukis
jaring-jaring kubus secara psikomotor dapat dilihat dari gerak tangan siswa
dalam menggunakan peralatan (jangka dan penggaris) saat melukis. Secara teknis
penilaian ranah psikomotor dapat dilakukan dengan pengamatan (perlu lembar
pengamatan) dan tes perbuatan.
Dalam ranah
psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen,
(3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual,
diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang
terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non
diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan
interprestatif.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ranah afektif adalah ranah yang
berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti
perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah afektif menjadi lebih rinci
lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding
(3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or
calue complex.
Ranah psikomotor merupakan ranah
yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah
seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah
yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis,
menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan
oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak
dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.
Ciri ranah penilaian afektif yaitu
pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan
sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan
dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria
lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target.
Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan
lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka.
Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang
lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari
perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang
pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila
intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif
berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas,
atau ide sebagai arah dari perasaan.
Ranah afektif tidak dapat diukur
seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur
adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi.
Hasil belajar keterampilan
(psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung dan penilaian
tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2)
sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada
peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa
waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Dalam
ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar
fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi
visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual
yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6)
komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan
ekspresif, gerakan interprestatif.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, Zainal .2009. Evaluasi
Pembelajaran.Bandung.PT.Remaja Rosdakarya
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian
Hasil Proses Belajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Arikunto,Suharsimi.
2005. Dasar-dasar Evaluasi pendidikan
(Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara